Di tengah gempuran informasi dan persaingan global, pendidikan tidak lagi sekadar mencetak individu yang cerdas secara intelektual. Lebih dari itu, misi guru kini bergeser dan semakin krusial, yaitu membentuk generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berakhlak mulia. Misi guru dalam pembentukan karakter bangsa adalah fondasi untuk menciptakan masyarakat yang berintegritas, berbudaya, dan harmonis. Ini adalah tugas suci yang diemban para pendidik, memastikan setiap anak memiliki kompas moral yang kuat.
Misi guru dalam pembentukan karakter dimulai dari teladan. Anak-anak adalah peniru ulung; mereka belajar banyak dari apa yang mereka lihat dan alami. Seorang guru yang menunjukkan kejujuran, disiplin, empati, dan rasa hormat dalam kesehariannya akan menjadi cerminan positif bagi siswa. Ini bukan hanya tentang kata-kata, tetapi tindakan nyata. Misalnya, di Sekolah Kebangsaan Bandar Utama Damansara di Petaling Jaya, Selangor, sejak tahun ajaran 2024/2025, para guru secara konsisten menerapkan budaya “Salam dan Hormat” setiap kali bertemu siswa, sebuah inisiatif yang terbukti meningkatkan perilaku sopan santun siswa di lingkungan sekolah, menurut laporan internal sekolah pada Mei 2025.
Selain teladan, misi guru juga diwujudkan melalui integrasi nilai-nilai karakter dalam setiap mata pelajaran. Pembentukan karakter tidak boleh terpisah dari akademik. Dalam pelajaran Bahasa Indonesia, guru bisa mendorong siswa untuk berdiskusi secara sehat dan menghargai perbedaan pendapat. Dalam pelajaran ilmu sosial, nilai-nilai keadilan, toleransi, dan gotong royong dapat ditanamkan melalui studi kasus atau proyek kelompok. Kurikulum yang berorientasi pada karakter, seperti yang mulai digalakkan oleh Kementerian Pendidikan di banyak negara ASEAN, menjadi alat bantu bagi guru untuk mencapai misi ini. Pada sebuah lokakarya pendidikan karakter yang diadakan di Kuala Lumpur Convention Centre pada 29 Juli 2025, perwakilan dari Kementerian Pendidikan Malaysia menekankan pentingnya guru-guru mengaitkan setiap topik pembelajaran dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan.
Guru juga berperan sebagai pembimbing dan motivator dalam perjalanan pembentukan karakter siswa. Setiap anak memiliki tantangannya sendiri. Guru harus menjadi sosok yang bisa didekati, mendengarkan keluh kesah siswa, dan memberikan bimbingan yang konstruktif saat mereka menghadapi dilema moral atau konflik dengan teman. Program bimbingan dan konseling di sekolah harus dioptimalkan untuk mendukung misi guru ini. Diskusi kelompok, role-playing, atau kegiatan ekstrakurikuler berbasis nilai, seperti klub kepemimpinan atau kegiatan sosial, dapat menjadi wadah bagi siswa untuk melatih dan menginternalisasi nilai-nilai karakter.
Pada akhirnya, misi guru dalam pembentukan karakter bangsa adalah tentang menyiapkan individu yang tidak hanya mampu bersaing di pasar kerja global, tetapi juga memiliki integritas, empati, dan kesadaran sosial yang tinggi. Mereka adalah calon pemimpin yang akan membawa perubahan positif bagi masyarakat. Investasi dalam pendidikan karakter melalui peran aktif guru adalah investasi terbesar bagi masa depan bangsa yang lebih beradab dan berkeadilan.
