Wacana mengenai peningkatan tunjangan guru yang akan berlaku pada tahun 2025 telah memicu diskusi luas, namun juga menyoroti adanya Disparitas Kesejahteraan di kalangan pendidik. Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI) Kabupaten Demak, Jawa Tengah, menjadi salah satu suara yang lantang menyuarakan kekhawatiran ini. Mereka berpendapat bahwa kebijakan tunjangan baru yang diumumkan pemerintah cenderung hanya akan menguntungkan sebagian kecil guru, yaitu mereka yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN), Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPK), dan guru non-PNS yang telah bersertifikasi.
Menurut Ketua PGSI Demak, Bapak Noor Salim, Disparitas Kesejahteraan ini sangat terasa di tingkat akar rumput. Ia menyoroti bahwa kebijakan tunjangan yang dijanjikan, seperti tunjangan setara satu bulan gaji pokok bagi guru ASN dan tunjangan profesi hingga Rp 2 juta bagi guru non-ASN bersertifikasi, belum menyentuh semua lapisan pendidik. Ribuan guru di sekolah swasta dan madrasah, serta guru honorer yang belum bersertifikasi, seringkali masih harus berjuang dengan penghasilan yang sangat minim. Salim mengungkapkan bahwa banyak guru non-PNS di Demak hanya menerima upah antara Rp 200.000 hingga Rp 500.000 per bulan, meskipun memiliki beban kerja dan tanggung jawab yang setara dengan guru PNS.
Pemerintah memang telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 81,6 triliun untuk kesejahteraan guru di tahun 2025, meningkat Rp 16,7 triliun dari tahun sebelumnya. Presiden Prabowo Subianto juga telah menjanjikan bantuan bagi guru honorer, yang detailnya akan diumumkan kemudian. Namun, bagi PGSI Demak, janji ini perlu segera direalisasikan dengan skema yang jelas dan merata. Disparitas Kesejahteraan yang mencolok ini berpotensi menimbulkan kesenjangan motivasi dan pada akhirnya dapat memengaruhi kualitas pendidikan.
Suara dari Demak ini menjadi refleksi penting bagi pembuat kebijakan. Meskipun upaya peningkatan kesejahteraan guru patut diapresiasi, implementasinya harus adil dan inklusif. Pemerintah diharapkan dapat mempertimbangkan kembali skema tunjangan agar dapat menjangkau seluruh elemen pendidik, tidak hanya yang berstatus ASN atau telah bersertifikasi. Disparitas Kesejahteraan yang ada perlu segera diatasi demi terwujudnya pemerataan kualitas pendidikan dan penghargaan yang layak bagi semua guru di Indonesia, tanpa terkecuali, sebagai pilar utama pembangunan sumber daya manusia bangsa.
