Upaya sistematis untuk cegah kekerasan di lingkungan sekolah terus digalakkan. Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengambil langkah proaktif dengan mengajukan panduan komprehensif bagi orang tua dan guru. Panduan ini diharapkan dapat menjadi acuan konkret dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, suportif, dan bebas dari segala bentuk kekerasan. Inisiatif penting ini dibahas secara mendalam dalam rapat kerja Komisi X DPR RI dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang berlangsung di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, pada hari Senin, 12 Mei 2025.

Ketua Komisi X DPR RI, Dr. Syaiful Huda, kembali menegaskan bahwa cegah kekerasan di sekolah merupakan tanggung jawab bersama seluruh elemen pendidikan, mulai dari pihak sekolah, orang tua, siswa, hingga masyarakat luas. Beliau menyampaikan bahwa panduan ini merinci berbagai bentuk kekerasan yang perlu dicegah, termasuk perundungan (bullying), kekerasan fisik, kekerasan verbal, dan kekerasan seksual. “Kami berharap panduan ini dapat menjadi pegangan bagi orang tua dan guru dalam memahami batasan yang jelas antara mendidik dan melakukan tindakan kekerasan, serta memberikan alternatif solusi disiplin yang positif,” ujar Dr. Syaiful Huda setelah rapat kerja usai.

Panduan cegah kekerasan ini tidak hanya mengidentifikasi berbagai bentuk kekerasan, tetapi juga memberikan langkah-langkah konkret yang dapat dilakukan oleh orang tua dan guru untuk mencegah terjadinya tindakan tersebut. Bagi pihak sekolah, panduan ini merekomendasikan pembentukan tim anti-kekerasan, penyusunan kode etik siswa dan guru yang jelas, serta pelaksanaan program sosialisasi dan edukasi mengenai bahaya kekerasan dan pentingnya budaya saling menghormati. Sementara itu, bagi orang tua, panduan ini menekankan pentingnya komunikasi yang terbuka dengan anak, pemahaman mengenai tanda-tanda anak menjadi korban atau pelaku kekerasan, serta keterlibatan aktif dalam kegiatan sekolah yang bertujuan untuk cegah kekerasan.

Lebih lanjut, panduan ini juga menyoroti pentingnya peran guru sebagai figur teladan yang menerapkan disiplin positif dan membangun hubungan yang baik dengan siswa. Guru diharapkan mampu mengidentifikasi potensi terjadinya kekerasan di lingkungan sekolah dan mengambil tindakan pencegahan serta penanganan yang tepat sesuai dengan protokol yang berlaku. Komisi X DPR RI bekerja sama dengan sejumlah organisasi perlindungan anak dan ahli psikologi pendidikan dalam menyusun panduan ini, memastikan bahwa rekomendasi yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip perlindungan anak dan perkembangan psikologis siswa.

Data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMPONI PPA) Kementerian PPPA per April 2025 menunjukkan bahwa angka kekerasan terhadap anak di lingkungan pendidikan masih menjadi perhatian serius. Diharapkan, dengan adanya panduan ini dan implementasi yang efektif di seluruh sekolah di Indonesia, kasus kekerasan di lingkungan pendidikan dapat menurun secara signifikan. Komisi X DPR RI berencana untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap implementasi panduan ini dalam waktu tiga bulan ke depan melalui kunjungan kerja ke berbagai sekolah dan dialog dengan pihak terkait.